Senin, 07 Agustus 2017

Ketahui Pengobatan Efisien Apa Saja Bagi Penderita Ginjal Kronik

Sekarang ini diprediksikan prevalensi pasien penyakit ginjal kronik di Indonesia menjangkau 2 per 100. 000 masyarakat. Tingginya prevalensi pasien penyakit ginjal kronik (PGK) di Indonesia itu, sayangnya tidak disertai dengan service therapy yang maksimal. Smart Detox



Mengenai therapy yang ada terutama untuk penyakit ginjal kronik yang telah menghadap ke Penyakit Ginjal Step Akhir (PGTA) yaitu therapy hemodialisa (bersihkan darah), Continuous Ambilatory Peritoneal Dialisys (CAPD/(bersihkan darah lewat perut), atau transplantasi ginjal. Tetapi cuma sekitaran 60% yang bisa terhubung service dialisis serta cuma 10% yang melakukan therapy hingga selesai.

Semakin banyak pasien ginjal step akhir yang melakukan hemodialisa, serta cuma beberapa kecil yang melakukan CAPD (bersihkan darah lewat perut). Data BPJS 2015 tunjukkan 94% pasien tidak berhasil ginjal melakukan hemodialisa serta kurang dari 5% yang pilih bersihkan darah lewat perut. Hemodialisa ini begitu membebani BPJS, menggunakan 2, 6 triliun dalam satu tahun.

Ketua Pernefri, Dr Darmeizer, konsultan ginjal hipertensi menerangkan, di Indonesia sekarang ini disangka ada 2, 9 juta pasien Penyakit Ginjal Step Akhir (PGTA). Aspek resiko paling utama PGTA yaitu hipertensi serta diabetes melitus. Meningkatnya jumlah pasien hipertensi serta diabetes mulai sejak th. 2000-2015 mengakibatkan juga penambahan pasien tidak berhasil ginjal.

Sekitaran 36% pasien hipertensi serta 25% pasien diabetes juga akan menanggung derita tidak berhasil ginjal. Saat telah berlangsung rusaknya ginjal, jadi akan tidak bisa dikembalikan atau sembuh karna sifatnya yang progresif.

" Bila dikerjakan kontrol, diketemukan kebocoran albumin serta protein, dan peranan ginjal kurang dari 60% sepanjang 3 bulan berturut-turut, jadi telah masuk persyaratan penyakit ginjal kronik. Ada lima fase PGK apabila peranan ginjal kurang dari 15% jadi telah masuk fase akhir atau tidak berhasil ginjal, " terang Darmeizar waktu didapati di Jakarta.

Service therapy untuk penyakit ginjal step akhir sekarang ini masih tetap terpusat di Pulau Jawa serta Bali. Di Sumatera cuma 20% bahkan juga di Kalimantan cuma 5%. Hemodialisa disarankan dikerjakan saat penyakit ginjal kritis telah masuk fase 4. Sayangnya pasien di Indonesia umumnya datang telah fase 5 serta baru mulai therapy.





Problem juga keluar dari minimnya.kurang tersedianya jumlah rental unit mesin, baik untuk hemodialisa ataupun bersihkan darah lewat perut. Di Indonesia, sekarang ini baru ada 352 unit, atau begitu kurang untuk semuanya pasien PGTA di Indonesia. Terlebih berdasar pada Data Indonesia Renal Registry tunjukkan ada penambahan pasien hemodialisa baru yakni 21. 000 (2015). Kesenjangan pada pasien yang melakukan therapy dengan jumlah pasien masih tetap begitu lebar, hingga banyak pasien yang belum juga terlayani.

Dr Atma Gunawan Konsultan Ginjal Hipertensi dari Malang CAPD Center membagikan pengalamannya, dimana nyaris semuanya pasien penyakit ginjal kritis yang datang, 95% mesti segera jatuh ke mesin hemodialisa, beberapa besar mesti mengerjakannya 2 kali satu minggu bahkan juga 3 kali satu minggu. Karna mengawalinya terlambat, jadi angka keinginan hidup sepanjang 1 th. rendah, cuma 50%.

Keadaan ini menurut Atma, jadi pertimbangan kalau telah waktunya pasien berpindah ke bersihkan darah lewat perut (CAPD). Data Pernefri tunjukkan pasien ginjal step akhir yang melakukan therapy CAPD sedikit, cuma ada kenaikan 400 dari th. 2012, dari 1200 jadi 1600. Pada umumnya, cuma kurang dari 3% dibanding hemodialisis yang menjangkau lebih 97%, walau sekarang ini service CAPD telah terintegrasi dengan hemodialisa berarti pusat yang melayani hemodialisa biasanya dapat pula melayani CAPD.

Di Malang CAPD Center, termasuk juga paling banyak mengatasi pasien CAPD yakni 290 pasien atau 34% dari semua pasien-pasien yang melakukan dialisis. Tetapi proses CAPD bukanlah tanpa ada masalah. Umpamanya, beberapa besar peserta CAPD yaitu mempunyai persyaratan yang membutuhkan cairan dialisis spesial yang lebih mahal hingga pada akhirnya banyak yang drop out. Infeksi rongga perut juga masih tetap jadi momok untuk pasien karna kurang melindungi kebersihan.

" Berdasar pada analisa kematian, angka kesintasan pasien yang melakukan CAPD sesungguhnya tambah baik dibanding hemodialisa, yakni nyaris 2 x lipat. Hal semacam ini karena kwalitas hidup pasien yang melakukan CAPD jauh tambah baik, " terang Atma. CAPD semakin lebih efisien bila diawali mulai sejak awal, berarti pasien tidaklah perlu melakukan hemodialia terlebih dulu sepanjang bertahun-tahun, baru berpindah ke CAPD.

Pusat Kajian Ekonomi serta Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Orang-orang Kampus Indonesia, lakukan studi perbandingan dampaktivitas harga pada cara bersihkan darah (HD) serta bersihkan darah lewat perut (CAPD). Ketua studi, Prof. Hasbullah Thabrany, menerangkan studi dikerjakan pada 3 rumah sakit di Jakarta serta Bandung melibatkan 120 pasien tidak berhasil ginjal fase akhir.

Hasil riset tunjukkan, cost yang di keluarkan untuk bersihkan darah per th. menjangkau nyaris 115, 5 juta per orang. Sedang bila melakukan bersihkan darah lewat perut, menggunakan sedikit semakin banyak yakni 130, 7 juta. Tetapi kwalitas hidup pasien yang melakukan bersihkan darah lewat perut jauh tambah baik. Karna tidaklah perlu datang ke rumah sakit serta bolos kerja, pasien yang melakukan bersihkan darah lewat perut bisa berhemat untuk biaya transportasi.

Dalam studi tersingkap, pendapatan pasien bersihkan darah yang hilang karna mesti ke rumah sakit 2 x satu minggu menjangkau 9 juta. Transportasi yang di habiskan menjangkau 5, 2 juta sedang peserta bersihkan darah lewat perut cuma 3 juta. Studi ini menyimpulkan, bersihkan darah lewat perut punya potensi menghemat dana JKN 48 juta lebih per orang per lima th..

Dr. Pranawa, Konsultan Ginjal Hipertensi dari RSUD dr. Soetomo/FK Unair Surabaya memiliki pendapat, baik hemodialisa ataupun CAPD keduanya sama memiliki biaya besar. Oleh karenanya langkah yang paling bijaksana yaitu mengatur aspek resiko terlebih hipertensi serta diabetes.

Cost yang di keluarkan untuk penyembuhan hipertensi serta diabetes dengan obat paling baik, yang seringkali disebutkan mahal, masih tetap tambah lebih murah dibanding cost untuk dialisis.

“Jika pasien hipertensi serta diabetes bisa dikendalikan, berarti desakan darah serta kandungan gula darah termonitor sesuai sama tujuan hingga tidaklah sampai jadi komplikasi ginjal, jadi paling tidak 70% penyakit ginjal kritis bisa dihindari, ” tuturnya.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DKSN) dr. SigitPriohutomo, MPH memberikan Smart Detox Synergy, berkaitan CAPD ini diperlukan kajian selanjutnya untuk hasilkan penyembuhan atau therapy yang lebih efisien serta efektif dengan cost lebih terjangkau untuk penyakit tidak berhasil ginjal kronik ini. " Problemnya saat ini yaitu service yang memiliki biaya besar, kurang efisien, serta tidak rata, " katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar